Rabu, 22 November 2017

Fraud Tree #2

FRAUD TREE










 Fraud tree terbagi menjadi 3, yaitu :
A.      Corruption
B.      Asset Misappropriation
C.      Financial Statement Fraud

A.     Corruption (Korupsi)
Korupsi melibatkan eksekutif, manajer, atau karyawan perusahaan dalam bentuk kolusi dengan pihak luar. Penelitian oleh ACFE mengidentifikasi empat jenis umum korupsi, yaitu konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economixtortion).
a)      Konflik kepentingan (conflict of interest)
Konflik kepentingan terjadi ketika seorang karyawan bertindak atas nama pihak ketiga ketika melaksanakan kewajibannya atau memiliki kepentingan pribadi dalam aktivitas yang dilakukan. Ketika konflik karyawan tidak diketahui oleh perusahaan dan mengakibatkan kerugian finansial, maka telah terjadi penipuan.
b)      Penyuapan (bribery)
Penyuapan melibatkan pemberian, penawaran, permintaan, atau penerimaan berbagai hal yang bernilai untuk memengaruhi seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban utamanya.
c)      Penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities)
Melibatkan pemberian, penerimaan, penawaran, atau permintaan atas suatu yang bernilai karena tindakan resmi yang dilakukan. Ini hamper sama dengan penyuapan, tetapi transaksi terjadi setelah fakta ini.
d)      Pemerasan secara Ekonomi (Economic Extortion)
Adalah penggunaan (atau mengamcam menggunakan) tekanan (termasuk sanksi ekonomi) oleh seseorang atau perusahaan untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai. Sesuatu yang bernilai dapat berupa aktiva keuangan ekonomi, informasi, atau kerja sama untuk mendapat keputusan yang diinginkan mengenai suatu yang dikaji.

B.      Asset Misappropriation
Penyalahgunaan asset dapat digolongkan ke dalam Kecurangan Kas dan Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya.
Asset Misappropriation biasanya dilakukan dengan bebrapa cara cara, antara lain:
·         Skimming: Dalam skimming uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan. Cara ini terlihat dalam fraud yang dikenal oleh auditor, yaitu lapping.
·         Larceny: Berbeda dengan skimming, maka larceny yaitu menjarah uang ketika sudah masuk dalam perusahaan. Dalam fraud tree, larceny ada 5 yaitu billing schemes, payroll schemes, expense reimbursement schemes, check tampering dan register disbursement.
·         Billing Schemes: yaitu skema dengan menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku dapat mendirikan perusahaan bayangan yang seolah-olah merupakan pemasok atau rekanan atau kontraktor sungguhan. Perusahaan bayangan ini merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah ke luar perusahaan.
·         Payroll Schemes: adalah skema melalui pembayaran gaji. Bentuk permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawa fiktif, atau dalam pemalsuan jumlah gaji. Jumlah gaji yang dilaporkan lebih besar dari gaji yang dibayarkan.
·         Expense Reimbursement Schemes: yaitu skema melalui pembayaran kembali biaya-biaya. Misalnya biaya perjalanan, rincian biaya menyamarkan jenis pengeluaran yang sebenarnya atau biaya dilaporkan lebih besar dari pengeluaran sebenarnya.
·          Check Tampering : yaitu pemalsuan cek.
·         Register Disbursement: adalah mengeluaran yang sudah masuk dalam Cash Register, skema ini melalui register disbursement pada dasarnya ada dua, yaitu pengembalian uang yang dibuat-buat dan pembatalan palsu.

C.      Financial Statement Fraud
ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu Asset/Revenue Overstatement dan Asset/Revenue Understatement. Fraud jenis ini berkenaan dengan penyajian laporan keuangan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain :
·         Memalsukan bukti transaksi
·         Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari seharusnya
·         Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten untuk menaikkan atau menurunkan laba
·         Menerapkan metode pengakuan asset sedemikian rupa sehingga asset nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya
·         Menerapkan metode pangkuan liabilitas sedemikian rupa sehingga liabilitas menjadi nampak lebih kecil dibandingan yang seharusnya.

Sumber:
Hall, James A. 2007. Sistem Informasi Akuntansi Buku 1 Jilid 4. Jakarta : Salemba Empat

Santoso, Ari. 2015. Fraud Tree dan Pencegahannya.
Sayuti, Ahmad. 2013. Pengertian Fraud dan Piracy.

Selasa, 14 November 2017

EVOLUSI FRAUD THEORY

Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai penyebab terjadinya fraud, diantaranya adalah :
1.       Image result for fraud triangleFraud Triangle





a.       Opportunity
Kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa dapat menjalankan aksinya yang disebabkan oleh kontrol yang lemah, ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit, dan sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini adalah dalam hal kontrol. Kontrol yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan.

b.      Pressure
Pressure(tekanan) memiliki berbagai arti, di antaranya keadaan di mana kita merasa ditekan, kondisi yang berat saat kita menghadapi kesulitan. Dari dua arti di atas, dapat dilihat bahwa pressure dapat menjadi motivasi bagi manusia dalam melakukan tindakan.
Dalam pengkategoriannya Albrecht,et al. (2012), membagi pressure ke dalam 4 kelompok yaitu:
§  financial pressures
§  vice pressures
§  work-related pressures
§  other pressures
Kebanyakan fraud melibatkan  financial pressures maupun vice pressures. Vice  pressures erat kaitannya dengan  financial pressures, tetapi motivasi akan kebutuhan keuangan tersebut didasari atas tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan moralitas yang ada seperti perjudian, kecanduan narkoba, berbeda dengan  financial pressures yang umumnya didasari pada utang yang banyak, pendapatan yang rendah, dan kebutuhan finansial yang tidak terduga.

c.       Rationalization
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebutkan bahwa faktor ketiga terjadinya sebuah fraud adalah rasionalisasi. Secara garis besar rasionalisasi dapat diartikan sebagai tindakan yang mencari alasan pembenaran oleh orang-orang yang merasa dirinya terjebak dalam suatu keadaan yang buruk. Pelaku akan mencari alasan untuk membenarkan kejahatan untuk dirinya agar tindakan yang sudah dilakukannya dapat diterima oleh masyarakat.

Berikut beberapa alasan rasionalisasi yang biasa digunakan seseorang (Albercht et al., 2011; Dellaportas, 2013) :
§  Organisasi berhutang pada saya
§  Saya hanya meminjam uang tersebut, nanti akan saya kembalikan
§  Tidak ada pihak yang dirugikan
§  Saya memiliki hak yang lebih besar
§  Kita akan memperbaiki keuangan selama kita hanya mendapatkan masalah
§  Ini untuk tujuan yang baik
§  Semua memperoleh kekayaan, mengapa saya tidak
§  Perusahaan memperbolehkan hal ini
§  Ini bukanlah masalah yang serius
§  Di sini tidak terdapat internal control yang kuat jadi saya ingin menunjukan  pada mereka bahwa ini dapat mudah dilakukan
§  Saya ingin meningkatkan taraf hidup daya
§  Mereka tidak memperlakukan saya dengan hormat, jadi saya ingin memperolehnya

2.       The Fraud Scale
Image result for fraud scale theory
 










Menurut teori Fraud Scale ini, penyebab terjadinya fraud sama dengan teori fraud triangle. Dan teori scale ini merupakan teori lanjutan dari teori Fraud Triangle yang merupakan pengukuran dari teori tersebut. Dalam scale dijelaskan bahwa kemungkinan tindakan penipuan dapat dinilai dengan mengevaluasi kekuatan tekanan, kesempatan dan integritas pribadi. Tekanan yang tinggi, kesempatan besar dan integritas pribadi rendah memungkinkan resiko terjadinya fraud tinggi. Sebaliknya tekanan yang rendah, kesempatan kecil, dan integritas pribadi tinggi menyebabkan resiko terjadinya fraud rendah. Tujuan teori ini adalah untuk mengukur kemungkinan pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab.Teori ini berlaku untuk beberapa pelanggaran salah satunya pelanggaran yang mengarah ke penipuan laporan keuangan. Sumber Tekanan menurut teori ini adalah perkiraan penjualan, laba manajemen.


3.       Fraud Diamond

Image result for fraud diamond theory
Fraud Diamond merupakan teori yang menjelaskan bahwa sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan peran utama menjadi alasan terjadinya fraud. Banyak kecurangan-kecurangan besar tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang memiliki kemampaun individu/capability. Walaupun peluang/opportunity membuka jalan untuk melakukan fraud dan insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang ke arah itu tapi seseorang harus memiliki kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud sebagai kesempatan dan untuk mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali, tetapi terus menerus. Dengan demikian, fraud itu terjadi karena adanya kesempatan untuk melakukannya, tekanan dan rasionalisasi yang membuat orang mau melakukannya dan kemampuan individu. Dalam teori fraud diamond terdapat 4 faktor yaitu :
a.       Incentive
Incentive merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya tuntutan atau tekanan yang dihadapi oleh seseorang. Incentive dapat memicu terjadinya kecurangan seperti keserakahan yang mengakibatkan tekanan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b.      Opportunity
Opportunity adalah suatu kesempatan yang timbul karena terdapat kelemahan pengendalian internal organisasi atau perusahaan dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan. Oppurtunity dapat terjadi karena adanya kekuasaan terhadap organisasi dan juga karena seorang fraudster atau orang-orang yang melakukan kecurangan mengetahui kelemahan dari system-sistem yang ada.
c.       Rationalization
Rationalization adalah kondisi dimana fraudster atau pelaku kecurangan mencari suatu pembenaran terhadap tindakan yang dilakukannya untuk memperoleh kekayaan dengan cara yang cepat.
d.      Capability 
Capability  merupakan suatu kemampuan dan keterampilan tentang pemahaman yang mendetail sehingga seorang fraudster atau pelaku kecurangan dapat mengetahui kelemahan dan dapat memanfaatkannya untuk melakukan fraud atau kecurangan. Capability dapat mengakibatkan ancaman karena pelaku didalam organisasi merupakan orang yang memiliki kekuasaan atau didalam posisi lini manjamen, serta memiliki kecerdasan serta pemahaman tentang sistem didalam organisasi tersebut. Pelaku tersebut disebut sebagai suatu tindakan kejahatan kerah putih atau white collar crime karena kecurangan jenis ini mempunyai ancaman yang sangat besar dan sangat signifikan terhadap organisasi yang bersangkutan


4.       GONE Theory
Teori Gone merupakan teori yang dikemukakan oleh Bologna pada tahun 1999. Dalam teori ini terdapat empat faktor yang mendorong terjadinya fraud, yaitu :
a.     Greed (keserakahan), berkaitan dengan keserakahan potensial.
b.     Opportunity (Kesempatan), berkaitan dengan keadaan dalam organisasi yang terbuka sehingga dapat membuka kesempatan untuk melakukan kecurangan.
c.     Need (Kebutuhan), adalah suatu tuntutan kebutuhan individu yang harus terpenuhi.
d.     Exposure (Pengungkapan), adalah berkaitan dengan kemungkinan diungkapkannya serta sanksi hukum yang menjerat.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa menurut teori Gone kecurangan dapat terjadi dikarenakan adanya keserakahan didalam kekuasaan, adanya peluang untuk melakukan kecurangan, serta karena dihimpit oleh tuntutan hidup, baik berupa tuntutan primer seperti keluarga individu, maupun karena gengsi. Di Indonesia sendiri hukum yang mengatur mengenai kecurangan telah diatur, namun di dalam pelaksanaannya masih banyak berbenturan dengan etika yang sepantasnya tidak dapat dilanggar. 

5.       Fraud Pentagon

Related image
Penelitian terbaru dilakukan oleh Crowe pada tahun 2011. Teori ini merupakan perluasan dari teori Triangle dan dua faktor yang lainnya. Menurut Crowe, fraud timbul karena ada lima faktor, yaitu Pressure (tekanan), Opportunity (kesempatan), Rationalization (rasionalisasi), Competence (kompetensi), dan Arrogance (arogansi). Untuk faktor pressure, oppurtunity dan rasionalization sama dengan teori triangle yaitu masing masing karena seseorang mempunyai tekanan sehingga terdapat dorongan untuk melakukan fraud, seseorang mempunyai kesempatan untuk melakukan fraud karena lemahnya pengawasan, dan seseorang mencari pembenaran atas tindakan fraud tersebut.  Selanjutnya dua faktor yang lain yaitu Competence (kompetensi), dan Arrogance (arogansi). Competence (kompetensi) serupa dengan kemampuan atau kapabilitas (capability) yang dijelaskan dalam teori diamond. Competence (kompetensi) merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan pengawasan internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situsi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Sedangkan untuk faktor arrogance (arogansi) yaitu sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa pengawasan internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.

6.       MICE Theory
Hasil gambar untuk mice theory fraud
Diskusi terbaru menunjukkan bahwa motivasi dari pelaku fraud dapat lebih tepat diperluas dan diidentifikasi dengan singkatan M.I.C.E. (Kranacher et. Al. 2011): M: money, I: ideology, C: coercion, dan E: ego (entitlement).

M-I-C-E memodifikasi sisi tekanan dari Segitiga Fraud, karena menyediakan kumpulan perkembangan motivasi dari tekanan keuangan non-shareable. Uang dan ego tampaknya merupakan motivasi umum untuk fraud. Sejarah kasus Madoff, Stanford, Enron, WorldCom, Adelphia, Phar-Mor, dan ZZZZ memberikan contoh terbaik di mana pelaku yang dihukum tampaknya dimotivasi oleh ego atau hak, serta uang.

Ideologi mungkin motivasi yang kurang sering menjadi dasar kejahatan kerah putih. Dari perspektif etika, dengan ideologi, tujuan membenarkan maksud. Pelaku mencuri uang atau berpartisipasi dalam tindakan fraud atau kejahatan keuangan menggunakan argumen bahwa mereka mencapai beberapa dirasakan baik lebih besar.

Pemaksaan menggambarkan kondisi di mana seorang individu tidak bersedia, tapi tetap dipaksa berpartisipasi dalam skema penipuan. Sebagai contoh, mengacu lagi untuk kasus Walmart-Coughlin, Patsy Stephens menggugat Thomas Coughlin mengklaim bahwa ia dipaksa mengirimkan voucher dan pencucian uang melalui rekening bank sendiri (Putih 2008). Demikian pula, Betty Vinson, seorang terpidana WorldCom tingkat menengah akuntan, melaporkan bahwa ia diperintahkan untuk membuat entri akuntansi palsu (Pulliam 2003).

Sebagai perangkat pengajaran dan alat penelitian untuk mengidentifikasi motivator, modifikasi kebutuhan keuangan non-sharable yang dijelaskan oleh Cressey (1950), M.I.C.E. mudah diingat dan menyediakan kerangka kerja yang diperluas untuk memeriksa tekanan. Konsisten dengan Ramamoorthy et al. (2009), konstruk teori ini mengingatkan instruktur dan siswa bahwa motivasi merupaka seusatu yang kompleks. M.I.C.E. juga menunjukkan untuk kemungkinan kolusi yang secara teknis dalam komponen kebutuhan keuangan non-sharable Cressey ini tidak.

sumber: